Pada masa itu, ke tujuh wanua tersebut sering terjadi pertikaian dan perang diantara
mereka. Peristiwa itu disebut dengan Sianre
Bale atau saling memakan satu sama lain. Sianre Bale terjadi selama kurang lebih sepuluh tahun lamanya.
Penderitaan rakyat Bone sungguh sangat pedih. Banyak yang menjadi korban dalam
peristiwa yang begitu dahsyat. Para mangkau dan sebahagian rakyat Bone menyatakan bahwa harus ada
seseorang yang memimpin Bone secara menyeluruh tanpa dibatasi oleh wanua sehingga tidak terjadi perang
diantara ke tujuh wanua tersebut.
Suatu hari di tanah Bone terjadi fenomena alam yang
begitu dahsyat. Gempa melanda tanah Bone. Petir pun menyambar dari langit Bone.
Tanah Bone seakan terguncang dan cuaca begitu buruk membuat langit Bone menjadi
gelap. Hari itu seakan menandakan bahwa akan datang rahmat dari langit turunnya
seseorang yang akan membawa kedamaian dan memimpin Bone. Para rakyat Bone dan
tujuh mangkau mempercayai hal itu.
Menurut tuturan salah satu pemandu Museum Lapawawoi, setelah
beberapa hari peristiwa fenomena alam yang begitu dahsyat di tanah Bone datanglah
seorang kakek kepada tujuh mangkau yang mengaku melihat seseorang yang
tampaknya sudah tua mengenakan pakaian serba putih duduk diatas sebuah batu.
Orang tua tersebut pun dikawal oleh tiga orang pengawalnya yang masing-masing
memegang payung, kipas, dan tombak. Tapi ada juga yang menyatakan bahwa ketiga
pengawal tersebut masing-masing membawa payung, kipas dan selempangan yang
terbuat dari emas. Para mangkau pun meyakini bahwa itu adalah orang yang diturunkan dari langit untuk membawa
kedamaian dan dapat memimpin Bone yang pada saat itu sedang terjadi pergolakan
antar wanua.
Para mangkau pun menghampiri orang tersebut. Awal mulanya
ke tujuh mangkau ini menghampiri ketiga pengawal orang tersebut dan menawari
kepada pengawalnya untuk menjadi pemimpin di Bone ini. Namun para pengawal tersebut
menolak dan memerintahkan kepada para mangkau untuk menawarakannya kepada
tuannya yang bernama To Manurung. Dan para mangkau pun menuruti perintah
pengawal itu.
G1.Sumber : file
pribadi
|
G2.
Sumber : file pribadi
|
Peristiwa ditemukannya To Manurung E dan kontraknya
terhadap pemerintah dan rakyat Bone di abadikan oleh rakyat Bone dengan membuat
tugu di Jalan Manurung Kec. Tanete Riattang. Tugu tersebut berbentuk batu yang
besar dengan tulisan kontrak pemerintah dan rakyat Bone terhadap Manurug E Ri
Matajang dalam bahasa Indonesia dan huruf lontara. Batu tersebut berwarna oranye.
Namun tugu tersebut tidak dipelihara sehingga tugu tersebut hampir saja rusak
dan rapuh. Cat berwarna oranye telah terkelupas . Tulisan kontrak tersebut juga
tidak dapat dibaca dengan lengkap lagi.
Sekarang Bone bukan lagi sebuah kerajaaan,namun Bone
berada dibawah pimpinan seorang bupati. Bone menjadi kota beradat dan sekarang
lagi masa pembangunan. Berkat jasa para mangkau dan Manurung E Ri Matajang
serta raja-raja yang pernah menjabat menjadikan Bone lebih baik dari pada masa-masa
perang dan bergejolak itu.
[1] Anonim.2011.situs sejarah
tanah Bone.situs www.bungawellu.blogspot.co.id (9 Oktober 2015 Pukul 14.35
Wita)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar